Kesehatan

Ketika Diabetes Tak Kenal Umur: Alarm Merah untuk Anak Muda

Arum Triwahyono - Saturday, 23 August 2025 | 01:00 PM

Background
Ketika Diabetes Tak Kenal Umur: Alarm Merah untuk Anak Muda

LINTAS BANTUAN -- Dulu, kalau dengar kata 'diabetes', langsung kebayang kakek-nenek atau Om Tante yang suka ngemil manis dan kurang gerak. Rasanya penyakit ini identik banget sama usia tua atau gaya hidup yang 'serba enak' di masa muda. Tapi zaman sekarang, bro dan sis, realitanya makin bikin melongo. Ternyata, si penyakit gula ini udah nggak pilih-pilih umur lagi. Ada kabar kurang enak nih dari lembaga kesehatan paling oke di Amerika Serikat, CDC (Centers for Disease Control and Prevention), yang bikin kita semua wajib pasang kuping lebar-lebar: kasus diabetes pada anak muda di AS lagi melonjak drastis, dan ini bukan cuma isapan jempol belaka!

Bayangin deh, dunia ini kayak lagi ngalamin pandemi baru, tapi bukan virus, melainkan gaya hidup dan dampaknya. Data dari studi keren bernama SEARCH for Diabetes in Youth nunjukkin bahwa dari tahun 2002 sampai 2017, diagnosis diabetes tipe 1 dan tipe 2 meningkat signifikan banget di kalangan individu di bawah usia 20 tahun. Ya, kamu nggak salah baca. Anak-anak dan remaja kita, yang seharusnya lagi asyik-asyiknya main, belajar, atau ngambis cita-cita, malah harus berhadapan dengan vonis diabetes. Bikin nyesek, kan?

Tipe 2, Si Paling Ngebut: Lonjakan yang Bikin Geleng-Geleng Kepala

Dari semua berita buruk ini, ada satu yang paling mencolok dan bikin kita garuk-garuk kepala. Peningkatan diabetes tipe 2 adalah yang paling ngebut, melonjak sampai 95% di antara remaja usia 10-19 tahun! Angka segitu udah kayak diskon gede-gedean di e-commerce pas tanggal kembar, bedanya ini bukan diskon tapi malah "kenaikan harga" kesehatan yang bikin miris. Kenaikan ini bukan cuma sekadar angka statistik, tapi gambaran nyata dari apa yang terjadi di lingkungan kita.

Dan yang lebih bikin kita harus mikir keras, peningkatan ini terutama terlihat pada kelompok ras dan etnis minoritas. Remaja kulit hitam, misalnya, punya tingkat diagnosis tipe 2 tertinggi. Ini bukan cuma soal genetik semata, tapi juga cerminan dari ketimpangan akses terhadap makanan sehat, lingkungan yang mendukung aktivitas fisik, dan mungkin juga edukasi kesehatan yang belum merata. Jadi, ini bukan cuma masalah personal, tapi juga masalah sosial yang perlu jadi PR kita bareng.

Terus, kenapa sih tiba-tiba diabetes tipe 2 ini jadi hobi nemplok di anak muda? Jujur aja deh, siapa sih yang nggak sadar kalau makin banyak teman atau saudara kita yang badannya 'gemoy'? Ya, biang kerok utamanya adalah epidemi obesitas yang lagi menggila di mana-mana. Makanan cepat saji yang murah dan gampang dijangkau, minuman manis yang bikin nagih, ditambah lagi kita sekarang lebih suka rebahan sambil scroling TikTok daripada lari-lari di lapangan. Gaya hidup yang kurang gerak alias mager ini, bersama faktor risiko lain seperti riwayat keluarga (kalau orang tua atau kakek nenek punya diabetes, risiko kita ikutan lebih tinggi), dan ras/etnis tertentu, kayak komplotan penjahat yang siap merenggut kesehatan anak-anak kita.***

Nggak Cuma Tipe 2, Tipe 1 Juga Ikutan

Nah, kalau diabetes tipe 2 itu biasanya bisa dicegah atau ditunda dengan gaya hidup sehat, beda ceritanya sama diabetes tipe 1. Tipe 1 ini adalah penyakit autoimun, artinya sistem kekebalan tubuh kita yang harusnya ngelawan penyakit, malah nyerang sel-sel di pankreas yang bertugas ngasilin insulin. Jadi, ini bukan soal kebanyakan gula atau malas gerak, melainkan kondisi genetik dan faktor lingkungan yang belum sepenuhnya kita pahami. Dan mirisnya, diabetes tipe 1 ini juga menunjukkan peningkatan, sebesar 45% pada mereka yang berusia di bawah 20 tahun selama periode yang sama.

Artinya, mau itu diabetes yang bisa dicegah atau yang nggak bisa dicegah, semuanya lagi naik daun di kalangan anak muda. Ini sinyal jelas bahwa ada sesuatu yang fundamental banget berubah dalam cara kita hidup, makan, dan berinteraksi dengan lingkungan.

Kenapa Ini Penting Banget, Sih?

Mungkin ada yang mikir, "Ah, diabetes doang. Kan bisa diobati." Eits, tunggu dulu. Awitan diabetes di usia muda itu artinya individu akan hidup dengan penyakit ini lebih lama. Bayangin, harus minum obat atau suntik insulin seumur hidup? Bukan cuma ribet, tapi juga meningkatkan risiko komplikasi serius pada usia yang jauh lebih muda.

Nggak main-main, komplikasi itu bisa berupa serangan jantung, stroke, gagal ginjal (yang ujung-ujungnya cuci darah), kebutaan, bahkan amputasi. Bayangin, umur 30-an udah harus mikirin risiko-risiko ngeri kayak gitu? Ini bukan cuma bikin kita kehilangan kualitas hidup, tapi juga biaya pengobatan yang nggak sedikit. Makanya, diagnosis dini dan pengelolaan yang efektif sangat, sangat, sangat penting. Semakin cepat tahu, semakin cepat diobati, semakin baik peluang untuk menghindari komplikasi jangka panjang yang bikin merinding.

Tapi, jangan panik dulu! Untuk diabetes tipe 2, kita punya senjata ampuh: pencegahan. Upaya pencegahan melalui gaya hidup sehat, termasuk pola makan bergizi seimbang dan aktivitas fisik yang rutin, ditekankan sebagai hal yang krusial. Ini bukan cuma nasihat kosong, tapi investasi paling berharga untuk masa depan kita. Bayangin, dengan memilih makanan yang sehat (kurangi gorengan, minuman manis, dan makanan olahan), dan rutin bergerak (jalan kaki, sepedaan, nge-gym, atau bahkan cuma bersih-bersih rumah), kita bisa 'menang' lawan si diabetes tipe 2 ini.

Jadi, inti dari semua kabar ini adalah: ayo kita lebih peduli sama diri sendiri dan lingkungan. Diabetes pada anak muda itu bukan lagi dongeng horor, tapi realita yang harus kita hadapi. Mari kita edukasi diri, keluarga, dan teman-teman tentang pentingnya gaya hidup sehat. Yuk, mulai dari sekarang. Masa depan sehat ada di tangan kita, bukan di bungkus indomie atau es kopi susu kesukaan setiap hari. Kesehatan itu mahal, bro dan sis, lebih mahal dari kuota internet unlimited sekalipun!

Popular Article